Rabu, 18 April 2012

Les Miserables


Judul Buku : Les Miserables


Penulis : Victor Hugo


Penerjemah : Anton Kurnia


Penerbit : Bentang Pustaka


Tebal : viii + 692 halaman







Adalah Jean Valjean, tokoh utama dalam buku ini yang menunjukkan bahwa cahaya tetaplah cahaya di tengah kegelapan sekelam apa pun. … mengubah hydra menjadi malaikat.

Jean Valjean kecil adalah seorang yatim yang tinggal dengan kakak perempuannya. Saat Jean Valjean berusia 25 tahun, suami sang kakak meninggal dunia, meninggalkan istri dan ketujuh anaknya. Jean Valjeanlah yang menghidupi mereka. Untuk itu, ia bekerja sebagai tukang kebun, dan kuli. Pada suatu musim dingin, ia tidak menghasilkan uang untuk menghidupi ketujuh keponakannya dan dirinya sendiri karena ia tidak mendapatkan pekerjaan sama sekali. Ia akhirnya terpaksa mencuri roti. Hanya berawal dari roti, akibatnya tragis, ia dijatuhi hukuman kerja paksa di kapal selama 5 tahun. Beberapa kali ia berusaha kabur, tetapi gagal, dan akibatnya lebih tragis, hukumannya berkembang dari 5 tahun menjadi 19 tahun (1796–1815).

Kehidupan keras selama di kapal menempanya menjadi seorang yang jiwanya diliputi kegelapan dan kebencian. Vicor Hugo dengan apik menggambarkan kekalutan ini.

Jean Valjean masuk kapal kerja paksa dengan tersedu dan gemetar; ia keluar dengan wajah keras. Ia masuk dengan putus asa; ia keluar dengan penuh amarah. Hidup macam apakah yang telah dijalani jiwa ini?

Pada tahun yang sama ketika ia dibebaskan, ia bertemu dengan seorang uskup di kota D___. Untuk pertama kalinya dalam 19 tahun, ia mengalami dan merasakan kebaikan dan ketulusan hati. Alih-alih merasakan ketenangan dan kedamaian, ia justru bingung dengan semuanya itu. Ia akhirnya memilih meninggalkan sang uskup. Namun, tanpa disadarinya, pertemuan ini menjadi cahaya yang kelak akan mengubah seluruh kehidupannya.

Pada akhir tahun itu, ia menemukan peluang bisnis dan dalam waktu singkat ia menjadi seorang kaya raya, yang (ajaibnya) berhati lembut. Usaha yang dijalankannya mengubah kehidupan masyarakat di sekitarnya, tidak hanya dalam hal kesejahteraan, tetapi juga dalam hal stabilitas dan keamanan karena tingkat kejahatan dan pengangguran menurun drastis. Berangkat dari sini, ia diangkat menjadi walikota dan dipanggil sebagai Monsieur Madeleine. Tidak ada lagi Jean Valjean.

Hingga suatu hari, kelembutan hatinya justru membawanya kembali ke kapal dan menjalani kerja paksa. Tragedi ini berawal ketika seseorang bernama Champmathieu ditangkap karena dikenali sebagai Jean Valjean. Ia akan segera diadili berkenaan dengan kejahatan yang dituduhkan kepadanya. Sontak Monseur Madeleine terkejut dan bingung. Tidak rela orang lain menanggung perbuatan yang tak pernah dilakukannya, Monseur Madeleine mengaku dan membuka jati dirinya. Dengan besar hati, ia menanggalkan kehormatannya dan kembali menjadi narapidana.

Selang beberapa tahun sesudahnya, Monsieur Madeleine atau Jean Valjean dikabarkan meninggal karena tenggelam di laut seusai menolong narapidana lain yang akan jatuh. Sesungguhnya, ia belum mati. Semangat hidupnya begitu besar demi mencari seorang anak bernama Cosette. Ia adalah anak perempuan Fantine, wanita yang pernah ditolongnya ketika ia menjadi walikota. Jean Valjean menepati janjinya dan pergi ke Montfermeil, dekat Paris, tempat ia akhirnya menemukan Cosette yang nasibnya tak jauh beda dengan ibunya, malang dan menderita. Selama ini, Cosette menjadi pembantu yang menyedihkan di keluarga Thenardier, padahal Fantine selalu mengirimkan uang kepada keluarga itu untuk anaknya. Jean Valjean akhirnya membawa Cosette pergi dari keluarga itu.

Meskipun sama sekali tidak mengenalnya, Cosette sangat memercayai Jean Valjean, bahkan menganggapnya ayah. Penderitaan yang sama-sama dialami Cosette dan Jean Valjean menumbuhkan sebuah perasaan yang langka bagi mereka, mencintai dan dicintai. Namun, kini mereka sama-sama merasakan itu. Keistimewaan matahari terbit adalah membuat kita menertawakan semua ketakutan kita semalam dan riuhnya tawa kita itu selalu seimbang dengan besarnya ketakutan yang kita rasakan. Mungkin demikian penggambarannya, seperti yang dituliskan Victor Hugo.

Tahun demi tahun berlalu, Cosette tumbuh menjadi gadis yang cantik. Kekosongan jiwa Jean Valjean terisi penuh dengan kehadiran Cosette dalam kehidupannya. Dapat dikatakan ia akan melakukan apa pun demi Cosette. Perasaan cinta ini entah bagaimana berkembang dan bukan lagi cinta seorang ayah kepada anaknya (saya merasa demikian, seperti yang secara tipis digambarkan oleh Victor Hugo). Akibatnya, ia marah ketika mengetahui Cosette jatuh cinta kepada Marius, begitu pula Marius, dan mereka sering bertemu secara sembunyi-sembunyi. Ia berusaha menjauhkan Cosette dari Marius dengan membawanya pergi dari kota itu. Upaya ini pun tidak mudah karena bagaimanapun, Jean Valjean adalah buronan.

Meskipun hatinya sakit, kelembutan hatinya tak pernah sirna. Di tengah-tengah kisruh pasca Revolusi Prancis, justru Jean Valjeanlah yang menyelamatkan Marius melalui medan yang hampir mustahil dilalui oleh manusia. Dia juga yang mempertemukan Cosette dan Marius, dan akhirnya mereka menikah. Di akhir cerita, dituliskan bahwa setelah melalui berbagai konflik, Marius mengetahui bahwa Jean Valjeanlah yang menyelamatkan nyawanya.


Yah, mencintai dan dicintai, itu cukup. Jangan meminta yang lebih dari itu. Tak akan ada mutiara lain yang bisa ditemukan di kegelapan palung kehidupan. Mencintai adalah sebentuk penyempurnaan.

-------

Meskipun bukunya besar, tebal, dan hurufnya kecil-kecil, tidak membutuhkan “ketabahan khusus” untuk menyelesaikan baca buku ini karena terjemahannya ciamik. Les Miserables bukan sekadar fiksi karena banyak muatan sejarahnya. Tidak heran jika di dalamnya terdapat banyak tokoh dan kelompok, juga sudut pandang politik. Dalam pembacaan saya, ini menggambarkan bahwa situasi saat itu benar-benar sulit. Beberapa pembaca mengatakan buku ini berat, hhmmm mungkin, tapi saya sangat menikmatinya dan puas.

Benang merahnya, buku ini sarat kepedihan, keputusasaan, [dan kebahagiaan] Jean Valjean. Namun, kepedihan sama saja dengan segala hal lain, lama-kelamaan menjadi tertanggungkan dan akhirnya menghasilkan bentuk dan kemapanan tertentu. Begitu Jean Valjean memaknai setiap penderitaannya, hingga akhirnya ia menutup mata dan memberikan pelajaran besar [untuk saya] bahwa wujud terindah dari mencintai bukanlah memiliki, melainkan memastikan kebahagiaannya.

Menutup halaman terakhir buku ini, saya menangis.
  

Tidak ada komentar :

Posting Komentar