Selasa, 06 Maret 2012

2 Marquez



Target (baca: obsesi) Maret ini adalah menyelesaikan dua buku Marquez (Gabriel Garcia Marquez), penulis yang pertama kali mempopulerkan genre realisme magis. Dua buku itu adalah Love in The Time of Cholera (672 halaman) dan Innocent Erendira & Other Stories (286 halaman). Dengan sejibun pekerjaan, kewajiban, dan idealisme (*eh), semoga kelar. :D

Gara-gara baca Seratus Tahun Kesunyian, karyanya yang paling terkenal, jadi penasaran pengen baca buku Marquez yang lain. Sebenarnya udah lama cari dua buku ini, sayangnya buku-buku ini udah susah dicari di toko buku. Mau beli online, wallahh, harga bukunya aja udah mahal, nanti ditambah ongkir bisa tambah mahal. Tapi kemarin saya dapat dua buku ini dengan diskon 50% dan tidak perlu mikirin ongkos kirim karena bukunya diantar. Wuiihh …. *lonjak-lonjak*. Makasih atas inpoh-nya ya Kang Abed.

Khusus Love in The Time of Cholera, sebenarnya udah tahu garis besar ceritanya, udah ada filmnya juga. Tapi, pengen baca bukunya. Menurut cerita, novel ini ditulis berdasarkan kisah cinta orangtua Marquez sendiri. Oprah Winfrey menilai buku ini, “This is one of the greatest love stories I have ever read. ... It is so beautifully written that it really takes you to another place in time and will make you ask yourself—how long could you, or would you, wait for love?" Hmmm … benarkah?

Baiklah … begitu pembacaan selesai, ceritanya akan segera dilaporkan. ^_^

Senin, 05 Maret 2012

Keadilan Nir Nurani

Awal Maret ini dibuka dengan kisah dari akun Facebook Polres Sidoarjo. Banyak teman yang sudah share kisahnya. Saya akan share ulang di sini, sebagai pengingat untuk saya, dan juga kita semua.

Di ruang sidang pengadilan, seorang hakim duduk tercenung menyimak tuntutan jaksa PU terhadap seorang nenek yang dituduh mencuri singkong. Nenek itu berdalih bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, dan cucunya kelaparan. Namun, laki-laki yang merupakan manajer dari PT yang memiliki perkebunan singkong tersebut tetap pada tuntutannya, dengan alasan agar menjadi contoh bagi warga lainnya.
 Hakim menghela napas. dan berkata, “Maafkan saya, Bu”, katanya sambil memandang nenek itu.
 ”Saya tak dapat membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum, jadi Anda harus dihukum. Saya mendenda Anda Rp 1 juta dan jika Anda tidak mampu bayar, Anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan jaksa PU.”
 Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam. Namun, tiba-tiba hakim mencopot topi toganya, membuka dompetnya kemudian mengambil dan memasukkan uang Rp 1 juta ke topi toganya serta berkata kepada hadirin yang berada di ruang sidang.
“Saya, atas nama pengadilan, juga menjatuhkan denda kepada tiap orang yang hadir di ruang sidang ini, sebesar Rp50 ribu, karena menetap di kota ini, dan membiarkan seseorang kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan cucunya.”
 "Saudara panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi toga saya ini lalu berikan semua hasilnya kepada terdakwa.”
Sebelum palu diketuk, nenek itu telah mendapatkan sumbangan uang sebanyak Rp 3,5 juta dan sebagian telah dibayarkan ke panitera pengadilan untuk membayar dendanya. Setelah itu, dia pulang dengan wajah penuh kebahagian dan haru dengan membawa sisa uang termasuk uang Rp 50 ribu yang dibayarkan oleh manajer PT yang menuntutnya.