Sungguh terinspirasi dengan kisah dua bata jelek dalam buku Ajahn Brahm, Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya. Kisah ini berasal dari pengalamannya menjadi biksu yang bersama teman-temannya harus membangun sendiri wihara mereka. Karena tidak terbiasa melakukan pekerjaan tukang bangunan, Ajahn Brahm melakukan kesalahan ketika memasang batu bata. Dalam keseluruhan tembok yang didirikannya dengan seribu batu bata, ada dua bata yang tidak pas posisinya. Jadi, di tembok itu, dua bata tersebut kelihatan mencolok karena jeleknya. Setiap ada orang yang berkunjung ke wihara mereka, ia selalu berusaha supaya orang-orang tidak melihat tembok dengan dua bata jelek itu.
Hingga suatu kali, seorang pengunjung melihat tembok itu dan memujinya. "Tembok yang indah," katanya. Ajahn Brahm kaget, tak percaya. “Apakah Anda tidak melihat dua bata jelek yang merusak tembok itu secara keseluruhan?” Ajahn Bran bertanya.
“Ya, saya bisa melihat dua bata jelek itu. Tetapi saya juga melihat 998 bata yang bagus.”
Jawaban itu menghentak dan menyadarkan Ajahn Bram.
Seketika saya menurunkan buku yang saya baca dan terhenyak. Betapa saya juga sering seperti itu. Saya selalu sibuk memikirkan kesalahan yang saya lakukan dan keburukan yang saya miliki. Saya lupa bahwa Tuhan memberi saya begitu banyak kebaikan yang layak dan harus saya syukuri. Saya melupakan 998 batu bata bagus dalam diri saya. Fiuhhh ….
Pun kepada orang lain. Betapa saya juga lebih sering melihat kesalahan dan keburukan mereka. Padahal mereka juga memiliki 998 batu bata bagus.
Entah kenapa saya jadi ingat ikan bandeng ... he ... he ... he .... Saya tidak terlalu suka ikan bandeng karena durinya. Ribet banget makannya. Kecuali bandeng presto, tentu saja. Namun, setelah membaca kisah batu bata jelek itu saya jadi membandingkan. Lebih banyak mana, duri ikan bandeng atau daging ikan bandeng? Ha ha ha. Saya menertawai diri sendiri. Tentu saja lebih banyak dagingnya. Jadi, kenapa saya harus fokus pada durinya?
Berkat batu bata jelek itu, mungkin saya jadi lebih suka ikan bandeng.
Semoga ..... ^_^
Hingga suatu kali, seorang pengunjung melihat tembok itu dan memujinya. "Tembok yang indah," katanya. Ajahn Brahm kaget, tak percaya. “Apakah Anda tidak melihat dua bata jelek yang merusak tembok itu secara keseluruhan?” Ajahn Bran bertanya.
“Ya, saya bisa melihat dua bata jelek itu. Tetapi saya juga melihat 998 bata yang bagus.”
Jawaban itu menghentak dan menyadarkan Ajahn Bram.
Seketika saya menurunkan buku yang saya baca dan terhenyak. Betapa saya juga sering seperti itu. Saya selalu sibuk memikirkan kesalahan yang saya lakukan dan keburukan yang saya miliki. Saya lupa bahwa Tuhan memberi saya begitu banyak kebaikan yang layak dan harus saya syukuri. Saya melupakan 998 batu bata bagus dalam diri saya. Fiuhhh ….
Pun kepada orang lain. Betapa saya juga lebih sering melihat kesalahan dan keburukan mereka. Padahal mereka juga memiliki 998 batu bata bagus.
Entah kenapa saya jadi ingat ikan bandeng ... he ... he ... he .... Saya tidak terlalu suka ikan bandeng karena durinya. Ribet banget makannya. Kecuali bandeng presto, tentu saja. Namun, setelah membaca kisah batu bata jelek itu saya jadi membandingkan. Lebih banyak mana, duri ikan bandeng atau daging ikan bandeng? Ha ha ha. Saya menertawai diri sendiri. Tentu saja lebih banyak dagingnya. Jadi, kenapa saya harus fokus pada durinya?
Berkat batu bata jelek itu, mungkin saya jadi lebih suka ikan bandeng.
Semoga ..... ^_^
Tidak ada komentar :
Posting Komentar