Ada kakek tua berjenggot panjang yang tinggal dengan cucunya di pondok sederhana.
Suatu sore, ketika bangun dari tidur siangnya, ia mencium bau terasi yang sangat menyengat. “Wah, kamarku bau terasi,” katanya. Ia kemudian segera keluar kamar. Ia kaget karena bau terasi itu masih tercium. “Kok di sini juga bau terasi,” katanya lagi. Ia menuju kamar cucunya. Di sana juga bau terasi. Di dapur juga bau terasi. Ruang tamu juga bau terasi. Kakek itu pun keluar rumah. Di sana pun bau terasi. Aneh, pikirnya. Ia pun kemudian berteriak, “Seluruh dunia bau terasi.”
Padahal ternyata terasi itu ada di jenggotnya, pantas saja ia selalu mencium bau terasi di mana pun ia berada. :)
Ho ho ho …. Dulu, waktu pertama kali membaca kisah ini, saya tertawa. Bukan tertawa karena ceritanya lumayan lucu. Saya menertawakan diri sendiri karena merasa tertempelak.
www.cartoonstock.com |
Sore ini melihat anak lanang bermain dengan kursi plastik. Kursi digelimpangkan, trus dijadikan mobil-mobilan. Saking semangatnya, brukkk! Dia kejedug dan jatuh. Seketika dia berdiri sambil marah-marah dan menendang kursi itu. Haha ... saya tertawa. Bukan menertawakan anak lanang, tentu saja. Menertawakan diri sendiri (lagi).
Betapa sering saya buru-buru melihat kesalahan orang lain atau malah menyalahkan keadaan tanpa terlebih dulu melihat dalam diri sendiri. Ibarat berjalan dan menginjak kerikil yang membuat kaki sakit, lalu dengan konyolnya menyalahkan kerikil yang jelas-jelas diam saja di tempatnya. Saya marah-marah dan menendang kerikil itu jauh-jauh. Hehehe ... jangan ditiru ... :D
Tidak ada komentar :
Posting Komentar