Beberapa waktu lalu, saya membaca esai Bre Redhana "Aku tidak berpikir, maka aku ada".
Langsung menyungging senyum membaca judulnya. Semua pasti tahu itu plesetan dari ungkapan filsuf yang sangat terkenal Rene Descartes. Seharusnya berbunyi "Aku berpikir maka aku ada" atau cogito ergo sum. Bre dengan pintar memelesetkannya untuk mengungkapkan bahwa dunia kita sekarang sudah akrab sekali dengan budaya instan, budaya malas berpikir. Semakin cepat semakin baik. Semakin cepat berhasil, semakin disukai. Hhhmmm ...
Budaya malas berpikir, budaya malas berusaha ... sepertinya sudah jamak kita saksikan dan dengar hari-hari ini. Orang mulai membuat berbagai permisif bagi diri sendiri untuk tidak berpikir dan berupaya keras. Yang penting enak dan nikmat secara instan. Padahal jika kita mau jujur, pembelajaran yang sesungguhnya adalah proses itu sendiri. Keberhasilan dan ketenaran sesungguhnya "hanyalah" bonus dari sikap kita untuk bertahan dalam proses. Daya tahan inilah yang mengantarkan kita ke puncak (keberhasilan dan sebagainya).
Sangat disayangkan jika pola pikir instan ini merasuk ke dalam gaya hidup kita, tanpa membuat pengecualian atau pengutamaan untuk para pelajar dan generasi muda. Kita semua, siapa pun, patut untuk memberikan pembelajaran kepada diri sendiri arti pentingnya berproses dan bertahan dalam proses itu. Seorang anak yang belajar naik sepeda akan belajar dan merasakan banyak hal selama dia berupaya keras untuk bisa menaiki sepeda dengan baik dan lincah. Setiap jatuh, meskipun sakit, itu hanya mengingatkan dan memberi tahu dia satu cara lagi bagaimana supaya tidak terjatuh dari sepeda. Bukankah kita sering kali demikian? Setiap kekalahan, meskipun menyakitkan, akan membuat kita lebih kuat dan mengenali banyak hal untuk menghindari kekalahan yang sama.
Sounds familiar?
Tidak ada komentar :
Posting Komentar