Senin, 27 Februari 2012

Online Cerdas

Siang malam ku selalu
menatap layar terpaku
untuk online online
online online

Ingat lagu Saykoji yang judulnya Online ‘kan? Pastinya. Lagu itu release sekitar pertengahan tahun 2009. Meskipun menurut saya agak lebay, lirik lagu itu bisa menjadi gambaran betapa era informasi dan komunikasi sekarang sudah dominan digital. Di Indonesia, hingga akhir tahun 2011, pengguna internet mencapai 48 juta orang. Dan sebagian besar di antara mereka adalah generasi muda. Pantesan ya remaja-remaja kita gawl abiezt

Jadi ingat, saya pernah beberapa kali memergoki beberapa pelajar duduk di satu meja, tapi tidak ngobrol sama sekali karena semuanya terpaku pada netbook masing-masing. Hhmm … mungkin semuanya sedang chatting antarmereka sendiri atau komen-komenan di Facebook. Hehehe ….

Rupa-rupa tujuan orang online
Ada yang memang hobi mencari teman, jadi dia mengikuti banyak (jika tidak bisa disebut semua) jejaring sosial. Cocok dengan tulisan yang pernah saya baca bahwa pengguna internet di Indonesia yang mengunjungi situs jejaring sosial mencapai 89%. Acung jempol buat yang bisa seperti ini ^_^.

Ada yang memang harus online karena itulah pekerjaannya, misalnya orang yang berbisnis saham online atau orang yang mempunyai dan menjalankan online shop.

Ada yang online untuk unjuk kebolehan (eits, maksud saya bukan sombong lho), misalnya suka dan pinter nyanyi, lalu mengunggah video di Youtube. Banyak ‘kan yang sudah terbukti terkenal dengan cara ini. … ^_^

Ada yang online untuk menyalurkan bakat dan keterampilan, misalnya membuat animasi online dan antivirus online atau bermain game online.

Yang suka sepak bola bisa meng-update  skor pertandingan bola secara live seandainya tidak ditayangkan di televisi.

Itu hanya beberapa contoh.


Saya?
Bagi saya, rasanya sulit sekali hidup tanpa internet .… *hahaha (lebay ya?)* Tapi memang iya. Mengingat sehari-hari saya berkutat dengan buku, mengedit dan mengoreksi, sering kali saya harus bolak-balik tanya Mbah Google untuk mencari arti kata atau istilah yang saya tidak mengerti dan tidak ada di kamus (dan ini sering terjadi).

Saya juga mewajibkan diri untuk selalu membaca berita-berita terbaru. Membaca koran sebenarnya bisa menjawab kebutuhan ini. Namun, frekuensi update koran hanya sehari sekali, sementara internet bisa update dalam hitungan menit. Bukan berarti, keduanya saling meniadakan. Justru sebaliknya, saling melengkapi.

Cerita kecil lain soal online, sebenernya saya juga sempat belajar sedikiiiittt tentang internet marketing. Menarik dan menggiurkan, tapi sayang saya belum “ada hati” untuk menekuninya lebih lanjut. Bahkan, saya sempat iseng-iseng ikut PTC (Paid to Click) meskipun hanya sebentar. Sebenarnya masih pengen melanjutkan dan membuktikan The Power of “Receh”, tapi buku catatan saya raib entah ke mana, padahal semua harta informasi tentang PTC ada di situ, termasuk password-nya. Whuuaaaaa …. :((

Di antara segudang manfaat internet, ada tiga hal utama yang saya sukai dan syukuri:

1. Mendengarkan radio online
Gandrung banget sama yang satu ini. Televisi, internet, gadget terbaru dan tercanggih, juga media hiburan lainnya terasa (oleh saya) semakin meminggirkan radio sebagai sarana hiburan dan informasi yang murah meriah dan merakyat. Apalagi radio transistor, he he.

Seiring waktu berlalu, radio rasanya semakin menjauh. Oleh karena itu, ketika muncul radio online ... whhuaa ... rasanya terjawab rindu itu.

Mendengarkan radio online tidak hanya membuat saya “serasa” terhubung dengan masa lalu, tetapi juga membuat saya seperti terhubung dengan dunia luar. Selama hampir delapan jam di kantor dan berkutat dengan pekerjaan yang tidak pernah habis, mendengarkan radio membuat saya lebih fresh dan “tahu” kabar di luar sana. Hehehe.

Dari radio, kita juga bisa tahu berita terbaru yang sedang hangat. Saya bisa mengikuti talkshow, diskusi, dan bahkan mendengarkan lagu-lagu lawas yang sering diputar di stasiun tertentu. Bagaimanapun, mendengarkan radio tetap terasa berbeda. Memang beginilah seharusnya perkembangan teknologi. Tidak sekadar menawarkan kemudahan, tetapi juga meningkatkan efisiensi tanpa meminggirkan urusan hati dan memori ... *hallahh


2. Mengunduh lagu, buku, komik gratis
Bagi saya, ini seperti harta karun … hehe. Saya sering sekali berburu e-book  gratis untuk dikumpulkan dan dibaca terutama kalo sedang tongpes (kantong kempes) dan tidak ada duit untuk beli buku. Sudah lumayan banyak koleksinya. Sebagian besar adalah buku dan komik lama yang dulu pernah dibaca, tapi tidak punya bukunya satu pun karena waktu itu hanya pinjam teman atau sewa dari taman bacaan. Kalo senggang, saya bisa melihat-lihat dan membacanya lagi.

Begitu juga dengan lagu-lagu. Internet benar-benar memberikan kemudahan untuk mencari dan menemukan lagu-lagu yang kita inginkan, dari zaman baheula  sampai sekarang. Sukaaaa ...

Lagi-lagi bernostalgia.


3. Blogging
Kedua poin di atas mungkin tidak ada hubungannya dengan ke-eksis-an, tapi poin ketiga ini jelas ada hubungannya. ^_^

Tidak sedikit blogger yang eksis dan terkenal dari nge-blog, bahkan banyak yang blog-nya mendatangkan duit, mulai dari pasang iklan, bergabung dengan program afiliasi, mengikuti PTR (Paid to Review), dan lain-lain. Hhhmmm …. sounds great.

Jumlah blog di Indonesia mencapai 5 juta, bahkan lebih (tentu saja termasuk yang tidak aktif). Jadi, wajar bila ada beragam alasan orang nge-blog. Ada blogger yang menggunakan blog-nya sebagai ajang curhat, berbagi tips dan informasi, atau menumpahkan hobi dan bakat menulis. Benang merahnya, mengelola blog adalah mengasah keterampilan menulis. Apalagi jika kita sering mengikuti Blog Writing Competition, seperti yang diadakan oleh AXIS.






Bagi saya, menulis (melalui media apa pun) adalah tentang meninggalkan jejak. Seperti kita mengabadikan momen penting (senang dan susah) dalam sebuah foto atau video. Menulis pun begitu. Setiap peristiwa dan kenangan juga bisa menjadi abadi dalam tulisan. Dari setiap masa, kita bisa menengok ke belakang, melihat jejak, melalui tulisan-tulisan kita. Blog adalah salah satu wadahnya.


Petik Manfaat: Pelajaran BESAR
Ini sebagai penutup. Bijak jika kita bisa mendapatkan banyak hal (baca: pelajaran) dari setiap hal yang kita lakukan. Online pun sebaiknya begitu.

Misalnya:

Di Facebook, bertemanlah dengan orang-orang yang telah berhasil yang memiliki hobi yang sama dengan kita. Misalnya kita suka menulis, bertemanlah dengan para penulis, syukur bila bisa berteman dengan para penulis yang sudah kondang namanya dan juga bagus karya-karyanya. Sejauh yang saya amati, orang-orang seperti ini biasanya tidak asal-asalan pasang status dan note. Ambil pelajaran sebanyak-banyaknya dari mereka. Atau, kita juga bisa membaca pengumuman lomba menulis yang banyak di-share di FB dan mengikutinya. Jadi, ketika buka Facebook, kita tidak hanya pasang status galau melulu. Hehe ….

Atau di Twitter, ­follow-lah orang-orang dan komunitas yang bisa mendatangkan manfaat untuk kita. Misalnya, kita suka baca, kita bisa follow komunitas-komunitas baca, mengikuti kuis-kuis buku, dan sebagainya. Berapa kali pun kita nge-tweet dalam sehari, lebih baik bila kita bisa sambil belajar hal-hal lain.

Ini baru namanya online cerdas. ^_^

Rabu, 22 Februari 2012

200 Tahun Charles Dickens [3]: Butterfingers

Kira-kira lima tahun belakangan, saya berlangganan idiom (berbahasa Inggris) melalui surel. Idiom adalah frasa atau gabungan kata yang membentuk arti baru yang biasanya tidak berhubungan dengan kata pembentuknya. Contohnya dalam bahasa Indonesia adalah kambing hitam (orang yang menjadi tempat pelimpahan kesalahan)  dan jago merah (api dalam kebakaran).

Selama ini, idiom dikirimkan seminggu sekali, biasanya setiap Jumat. Yang saya suka, idiom tersebut tidak hanya dijelaskan maknanya, tetapi juga asal-usulnya; misalnya siapa yang mencetuskan pertama kali atau di buku apa disebutkan pertama kali. Tidak hanya menambah simpanan kosakata, tetapi juga menambah pengetahuan. Ini sangat bermanfaat, terutama jika kita sehari-harinya berkutat dengan penerjemahan dan penyuntingan. ^_^

Beberapa waktu lalu, kiriman sempat tidak datang teratur, bahkan sempat terhenti sesaat, tetapi sekarang sudah rutin kembali. Jika dikumpulkan sampai hari ini mungkin sudah lebih dari 200 idiom yang saya terima, ada yang baru (belum ada di kamus), ada juga yang lama. Sayang sekali saya belum bisa meluangkan waktu khusus untuk mengarsip semuanya. Hehehe (*alasan)  :D

Awal bulan ini, bertepatan dengan minggu perayaan dua abad Charles Dickens, idiom atau frasa yang dikirimkan adalah yang “diciptakan” oleh Dickens. Tidaklah sulit menemukan “frasa yang Dickens banget” karena Dickens berada di peringkat enam dalam daftar “jumlah kata dalam bahasa Inggris yang diciptakan sendiri oleh seorang penulis”.

Kata tersebut adalah butterfingers.





Butterfingers
Butterfingers adalah ejekan bagi seseorang yang gagal menangkap bola atau sering tak sengaja menjatuhkan barang dari tangan mereka. (Di kamus Inggris-Indonesia karangan Peter Salim ada kata ini).

Charles Dickens menggunakan kata ini pertama kali pada tahun 1836, tidak persis sama karena Dickens menuliskannya dengan tanda hubung, butter-fingers. Kata ini terdapat dalam salah satu karya besarnya The Pickwick Papers (lebih tepatnya The Posthumous Papers of the Pickwick Club):

Setiapa kali gagal menangkap dan menghentikan bola, dia melontarkan ketidaksenangannya kepada si biang kekacauan dengan cacian seperti, ‘Ah, ah!-Stupid’ – ‘Now, butter-fingers’ – ‘Muff’ – ‘Humbug’ – dan sebagainya.


Meskipun sejumlah pakar meyakini kata ini “ditemukan” oleh Dickens, ternyata kata ini sudah pernah disebut sebelumnya, yaitu di koran The Leeds Intelegencer dari Yorkshire yang terbit pada Mei 1823 (lebih awal dari Pickwick). Namun, setelah diteliti, ternyata kata ini juga dikutip dari buku langka yang ditulis oleh Gervase Markham pada 1615. Ia menyebut kata ini (tidak persis) ketika menjabarkan tentang resep menjadi ibu rumah tangga yang baik:
“Pertama, dia harus bersih tubuh dan pakaiannya; dia harus memiliki mata yang jeli, penciuman yang tajam, selera tinggi, dan telinga yang peka; dia tidak boleh ‘bertangan licin’ (butter-fingered), gemar makan yang manis-manis …." 


Sampai sekarang kata butterfingers masih digunakan, kebanyakan dalam bidang olahraga untuk mengejek seseorang yang gagal menangkap bola. Tapi ada juga grup musik dan judul film yang memakai kata ini. Bahkan, Nestle memakai butterfinger (tanpa “s”) sebagai nama serangkaian produknya (saya baru tahu), mulai dari permen, cokelat, snack, dan sebagainya. Saya belum pernah mencicipi, tapi melihat gambar-gambarnya sepertinya semua produk Nestle yang memakai nama butterfinger ini berbalut cokelat. Mungkin karena licin di tangan, makanya diberi nama butterfinger. Hehehe.

(Jadi lapar … :D)


*Urusan terjemahan dibantu oleh : Leo Sabath .... ^_^

Dapat Dipercaya

Di pojok alun-alun kidul Yogyakarta, tepatnya di Jl. Patehan Wetan, ada sebuah perpustakaan asyik yang terkenal dengan nama Angkringan Buku. Banyak sekali kegiatan membangun yang digagas Angkringan Buku, mulai dari bincang-bincang buku sampai radio buku. Koleksi bukunya sangat beragam, dari buku anak, novel, sastra, hingga buku-buku sejarah dan biografi. Siapa pun bisa datang dan membaca di situ, tanpa bayar. Gratis euyy …

Mengapa dinamakan Angkringan Buku? Ya karena di perpustakaan itu ada angkringannya. Hehe. Seperti laiknya angkringan pada umumnya, angkringan di Patehan Wetan ini juga hampir sama isinya, ada sego kucing, gorengan, minuman instan, dan sebagainya.

Satu hal yang menarik di angkringan ini adalah sistem kasir terbuka. Angkringan di tempat ini tidak ada yang menunggu atau menjaga. Semua pengunjung mengambil makanan dan minumannya sendiri. Di situ sudah disediakan gelas, sendok, termos berisi air panas, dan juga aneka minuman instan, lengkap dengan daftar harganya. Bikin sendiri yaaahh. Gratis? Tentu saja tidak. Selain mengambil makanan sendiri, membuat minuman sendiri, pengunjung juga harus “membayar sendiri”. Artinya, pengunjung diharapkan memasukkan uang pembayarannya ke kotak yang telah disediakan. Uang kembalian (jika memang uangnya lebih) juga diambil sendiri dari kotak itu. Makanya dinamakan kasir terbuka. 

Cara ini mengondisikan pengunjung (termasuk saya) untuk jujur dan dapat dipercaya. Kalaupun mau ambil makanan dan minuman tanpa bayar, bisa saja. Toh tidak ada orang yang melihat. Tapi, di sinilah karakter kita diuji. Wuuihhh …. bahasanyaaaa … :D

Di dalam perpustakaan ada cooler berisi minuman kemasan dengan sistem kasir terbuka juga. Sudah ada daftar harga dan kotak uangnya. Silakan ambil minum, lihat daftar harga, masukkan uang pembayaran, dan ambil kembaliannya. Pokoke benar-benar “swalayan”.

Namun, sekitar dua minggu  lalu, ketika saya berkunjung ke sana, saya menjumpai hal yang berbeda dari biasanya. Di angkringan sudah tidak ada lagi makanan dan minuman. Di cooler juga tinggal satu dua minuman kemasan. Hhmmm … ada apakah gerangan? Semoga hanya karena stoknya habis dan belum belanja, atau mungkin mau ganti dengan sistem  baru. Yang penting semoga bukan karena pengunjungnya (saya termasuk di dalamnya) adalah orang yang tidak bisa dipercaya.

Sayang sekali.

Jumat, 10 Februari 2012

200 Tahun Charles Dickens [2]: yang menggelikan sekaligus miris di Oliver Twist



Novel Charles Dickens yang satu ini sudah berulang kali difilmkan, menurut yang saya baca sudah 15 kali. Yang terbaru adalah tahun 2005. Ada juga yang “keluaran” 2007, tapi itu berupa TV series. Di film ini, yatim piatu Oliver Twist diperankan oleh Barney Clark (ganteng dan imut … hehe).

Kondisi masyarakat di Inggris waktu itu (abad ke-19) digambarkan sangat menyedihkan, apalagi untuk anak yatim piatu. Mereka  tinggal di panti sosial di bawah pengawasan semacam Dinas Sosial pemerintah dan ditunjang oleh pemerintah. Panti sosial yang seharusnya menjadi tempat bernaung dan berlindung jauh dari kriteria nyaman; ditambah ada “sunatan” anggaran makanan dan kebutuhan oleh orang-orang yang tidak mau mengerti kesusahan anak-anak itu. Jadi, bisa dikatakan, kelaparan adalah kawan karib.

Ada satu adegan di bagian awal film ini yang menggelikan, tetapi sebenarnya miris, yaitu adegan di panti sosial tempat Oliver tinggal bersama anak-anak lain. Waktu menjelang tidur, ada satu anak laki-laki yang tidak bisa tidur, namanya Tom. Ia hanya mondar-mandir. Suara langkah kakinya yang berisik tentu saja mengganggu anak-anak lain. Di novelnya [seingat saya], adegan ini sebenarnya hanya berupa narasi, bukan dialog. Tapi di filmnya, karena dibuat dialog, kesan kegelisahan dan penderitaan mereka lebih tertangkap.


Teman:  Tom, berhenti. Kami mau tidur.
Tom (suaranya bergetar): Aku tak bisa tidur. Terlalu lapar.
Teman: Kita semua lapar.
Tom: Ya, tapi aku takut.
Teman: Takut? Kenapa?
Tom: Kenapa??? Aku lapar sekali. Aku takut akan memakan anak yang tidur di sebelahku.


Di akhir adegan diperlihatkan (tanpa kata-kata) bahwa anak yang tidur di sebelah Tom adalah Oliver. 


“To a young heart everything is fun.”  ― Charles Dickens

Senin, 06 Februari 2012

200 Tahun Charles Dickens [1]: Google Doodle

“There is nothing in the world so irresistibly contagious as laughter and good humor.”  ― Charles Dickens, A Christmas Carol


200 tahun lalu, 7 Februari 1812, “calon” penulis besar dunia, Charles Dickens , lahir di Inggris. Nama lengkapnya Charles John Huffam Dickens. Ia dikenal sebagai penulis roman dan reformis pada era Ratu Victoria. Banyak tulisannya yang mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi sosial masyarakat ketika itu. Hingga sekarang, karya-karyanya masih banyak dibaca dan diadaptasi.

Google doodle hari ini didedikasikan khusus untuk merayakan dua abad Dickens. Doodle yang istimewa karena tersusun dari beberapa karakter dalam novel Dickens, seperti Scrooge (karakter atau tokoh utama dalam novel, film, dan drama A Christmas Carol), Bob Cratchit (pegawai Ebenezer Scrooge yang hidupnya menderita dan diperlakukan sewenang-wenang), juga karakter-karakter dari novel yang lain, misalnya dari Great Expectations, A Tale of Two Cities, Little Dorrit, dan sebagainya. Semuanya dipadukan bersama latar belakang yang khas dan huruf g-o-o-g-l-e yang senada. Jika gambarnya di-klik, Google akan langsung menampilkan link-link “menuju” karya-karya Dickens.




Google selalu membuat doodle untuk tokoh-tokoh terkenal, atau peristiwa tertentu, dan hari raya tertentu. Penulis besar lain yang juga pernah di-doodle-kan oleh Google, antara lain Mark Twain yang kondang dengan The Adventures of Tom Sawyer dan The Adventures of Huckleberry Finn.

dari cerita The Adventures of Tom Sawyer


Juga, sastrawan besar Rusia Fyodor Dostoyevsky.

^_^

Rabu, 01 Februari 2012

Majalah Detik Gratis ...


Di antara para netter, rasanya tidak ada yang tidak tahu atau tidak pernah mengakses Detik.com. Ungkapan yang cocok disematkan pada Detik.com adalah update banget! Sangat sesuai dengan namanya.

Ada pengalaman khusus tentang ini bareng teman-teman di kantor. Beberapa waktu lalu, ketika Jogja masih sering diguncang gempa dan Merapi aktif mengeluarkan awan panas, setiap kali ada selentingan kabar berkaitan dengan itu, kami sering berseloroh, "Lihat aja beritanya di Detik!" Ya, itu satu cerita kecil di balik nama besar Detik.com sebagai penyedia layanan berita yang selalu aktual.

Situs warta era digital. Ini yang diusung DetikCom dan menjadi pembeda dengan situs berita sejenis lainnya. Portal berita terbesar di Indonesia ini hanya memiliki versi online, tanpa versi cetak. Berita-berita yang ditayangkan di-update dalam hitungan detik. Tidak heran bila tidak sedikit situs berita online mengacu ke Detik.com.

Beberapa waktu lalu, Detik meluncurkan Majalah Detik, majalah digital yang menyajikan berita dengan investigasi yang mendalam dan rinci; mengulas masalah politik, tokoh, internasional, juga gaya hidup dan hiburan. Terbit seminggu sekali dan tidak berbayar, alias gratis.

Awalnya, Majalah Detik ditujukan untuk para pengguna iPad, kemudian meluas kepada para pemakai Android dan iPhone. Meskipun belum ada dua bulan diluncurkan, tanggapan masyarakat bagus dan positif. Oleh karena itu, Detik kemudian menyediakan versi e-book pdf yang bisa diunduh dengan mudah dan gratis. Jadi, para penyuka berita yang tidak (eh, belum) punya iPad, Android, dan iPhone (saya juga belum punya, hehe) sekarang juga bisa menikmati Majalah Detik. Bagi saya ini bermanfaat karena berita yang sedang hangat diulas secara mendalam. Jadi, jika ada berita yang saya lewatkan karena tidak membaca koran atau menonton televisi, saya bisa membacanya di sini.

Majalah Detik gratis juga bisa diunduh dari link-link di bawah ini. Saya akan meng-update-nya setiap minggu.

Edisi 01 : 05 Desember 2011 — Pesta Megah Berujung Gugatan
Edisi 02 : 12 Desember 2011— Misteri Paspampres Di Shy Rooftop

Edisi 03 : 19 Desember 2011— Nunun Bahayakan Mega

Edisi 04 : 26 Desember 2011— UI Kok Kisruh

Edisi 05 : 2 Januari 2012 — Banyak yang Dibui dan Mati

Edisi 06 : 9 Januari 2012 — Bahaya Dahlan Iskan

Edisi 07 : 16 Januari 2012 — Para Jenderal di Wisma Bakrie

Edisi 08 : 23 Januari 2012 — Hantu Proyek Ratusan M DPR

Edisi 09 : 30 Januari 2012 — Siasat Judi Sponsor Miranda