Selasa, 25 Juli 2017

Seni Beres-beres Ala Jepang


Saya selalu merasa bahwa ada orang-orang yang memang berbakat rapi dan ada yang tidak. Dan sepertinya saya masuk di golongan yang "tidak". Perasaan sudah beres-beres setiap hari kok ya rumah tetap berantakan. Tapi, nggak papa lah rumah berantakan, asal jangan hidupmu yang berantakan. Eaaaaa .... 

Menyadari kekurangan saya itu, ketika pada suatu hari menerima buku The Life-Changing Magic of Tidying Up (Marie Kondo), saya mulai terusik. Apalagi subjudulnya "seperti melotot" kepada saya: Seni Beres-beres dan Metode Merapikan Ala Jepang. Penulis buku ini, Marie Kondo, adalah seorang konsultan beres-beres dan master berbenah. Metodenya dikenal dengan istilah metode KonMari.

Ternyata ada ya orang seperti itu. ckckckck ... luar biasa.

Foto pinjam dari sini


Ada nasihat yang sudah tertanam dalam diri saya dari dahulu (melalui pesan-pesan tidak langsung yang beredar di sekeliling saya) bahwa beres-beres harus dilakukan setiap hari supaya tidak menumpuk dan kita menjadi lebih malas lagi beres-beres. Namun, ada satu kalimat yang mencerahkan dalam buku ini yang membuat saya ingin membacanya sampai selesai dan menandainya di bagian-bagian tertentu: bagaimana jika beres-beres setiap hari itu artinya beres-beres tiada henti?

Ada banyak hal yang mencerahkan mengenai beres-beres ala Jepang, sebagian kecilnya akan saya tuliskan di sini.

Seni membuang: Membuang sampai tuntas
Berbenah yang efektif hanya terdiri dari dua aktivitas esensial: membuang dan menentukan di mana harus menyimpan barang. Di antara keduanya, membuang harus didahulukan. Bagian ini akan terkesan sadis, tetapi berbenah tidak akan bisa dilakukan jika kita tidak menyingkirkan benda-benda yang sebenarnya tidak kita butuhkan.
Standar untuk membuang barang menurut metode KonMari adalah memegang barang satu per satu, lalu bertanya: "apakah barang itu membangkitkan kebahagiaan?" Jika ya, simpan. Jika tidak, buang.
Simpan saja barang-barang yang sungguh menggetarkan hati Anda. Kemudian, teguhkan tekad untuk membuang sisanya.

Praktiknya? Susyaaahhh, apalagi benda-benda yang punya nilai sentimentil (barang kenangan)? Apa pun alasannya, kita pasti akan sangat sulit membuangnya. Diberikan orang saja jangan sampai, apalagi dibuang. Namun, KonMari meyakinkan bahwa dikelilingi oleh hal-hal yang membangkitkan kegembiraan niscaya akan membahagiakan 

Berbenah berdasarkan lokasi adalah kesalahan fatal.
Hari ini beres-beres dapur. Besok beres-beres kamar. Lusa beres-beres gudang. KonMari sangat tidak menyarankan cara ini karena ini fatal. Mengapa ini fatal? Karena akan kacau ketika kita menemukan barang yang sama dengan fungsi yang sama, tetapi ada di lebih dari satu ruangan. Misalnya, buku bisa ada di kamar tidur, ruang tamu, bahkan di toilet. Nah, lho. Lalu, bagaimana? Intip aja di bukunya. hehehe. 

Berbenah adalah kegiatan istimewa. Jangan melakukannya setiap hari.
Tantangan berat untuk saya adalah saya belum bisa menganggap bahwa berbenah adalah kegiatan istimewa. Haha. Namun, saya mulai paham maksudnya. Bahwa berberes adalah bagaimana kita berdialog dengan barang-barang milik kita, barang-barang pilihan kita, bahkan barang-barang yang sangat istimewa dengan kita.

Poin to Ponder
Pada akhirnya, berbenah bukan sekadar merapikan karena merapikan hanya akan memunculkan keinginan kita untuk menambah luasan tempat penyimpanan. Berbenah juga bukan sekadar bagaimana kita menyimpan karena keinginan "menyimpan" bisa menjadi jebakan untuk kita "menumpuk" barang-barang. Berbenah adalah tentang bagaimana kita benar-benar mengiklaskan barang-barang yang sudah berjasa untuk kita, dan membiarkan barang-barang yang benar-benar membangkitkan kebahagiaan dalam hidup kita tetap ada di sekitar kita; barang-barang yang benar "bicara" tentang kita.
Pembelajaran besarnya adalah bahwa berbenah membuat kita percaya diri akan kemampuan kita dalam membuat keputusan. 

... dan bahwa kehidupan menjadi lebih enteng begitu kita tahu bahwa situasi masih bisa berjalan dengan baik meskipun kita kekurangan sesuatu. 

Selamat berbenah.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar