Selasa, 09 September 2014

Perjalanan #3 — In the Middle of Nowhere





Bepergian atau menempuh rute baru hanya berbekal GPS itu rasanya ngeri-ngeri sedap. Berdebar-debar.

Ngerinya adalah kalau pas melewati jalur yang sepi penduduk, hari menjelang malam, dan sinyal kembang kempis. Menegangkan.

Sedapnya adalah pemandangan alam yang amajing jika kita lewat rute-rute tertentu, benar-benar menyegarkan mata. Atau, bertemu manusia-manusia yang meneduhkan hati. Atau, bisa foto-foto selfie sepuasnya. Hehe.

Masalahnya adalah jika kita tidak percaya pada petunjuk yang disediakan. Ketika GPS menunjukkan jalan yang kelihatannya tidak masuk akal—jembatan kayu goyang, jalan “kerbau”, jalan setapak—keraguan seketika muncul. Masa sih jalan seperti itu yang disodorkan kepada kita. Benar-benar tidak percaya, padahal kita tinggal ikuti tanda panah. Belok, ikut belok. Padahal lagi, begitu mencermati kembali G-Map secara keseluruhan, ternyata itu benar-benar rute alternatif terpendek. Semua itu disediakan supaya perjalanan menjadi lebih cepat dan efektif. 

Petunjuk dan kemudahan ada, tetapi rasa tidak percaya membaca itu justru sebagai masalah. Khawatir dan tidak percaya, sangat manusia. Menganggap bahwa petunjuk-petunjuk tak masuk akal itu sebagai tanda tanya besar.

Padahal ada pertanyaan yang jauh lebih besar: bagaimana jika tidak ada petunjuk sama sekali?

Senin, 01 September 2014

Perjalanan #1 — Barisan Jeriken & Manusia Baik Hati

https://pasangmata.detik.com/contribution/46687

Ketika sedang dalam kesulitan atau dalam keadaan kepepet, berjumpa dengan seseorang yang baik hati sungguh terasa menyejukkan. Kebaikan sederhana menjadi istimewa.

Pertengahan minggu kemarin kami mendapat kabar bahwa kerabat kami yang tinggal di Kudus meninggal dan dimakamkan hari itu juga. Supaya tidak terlambat datang ke acara pemakanan, kami harus segera berangkat pagi itu karena perjalanan ke sana membutuhkan waktu 4–5 jam.

Yang membuat kami agak khawatir adalah hari-hari itu adalah hari-hari bensin “langka” di SPBU. Bagaimana kalau bensin habis sebelum tiba di Kudus. Atau, bagaimana kalu sudah tiba di Kudus, tetapi tidak bisa pulang. Sebenarnya pemikiran ini mungkin sedikit berlebihan, tetapi dalam keadaan panik dan tergesa-gesa, urusan bbm ini sempat membuat tidak tenang sepanjang perjalanan.

Memasuki Jalan Raya Soli-Purwodadi, SPBU kehabisan stok bahan bakar. Warga sampai mengantrikan sepeda motor dan jeriken mereka. Bahkan jerikan mereka mengular hingga keluar area SPBU. Waduh, kami semakin ketir-ketir sambil berharap semoga ada yang menjual bensin eceran sehingga kami tidak perlu mengantri karena waktu untuk mengantri lumayan untuk meneruskan perjalanan.

Dan benar, setelah meneruskan perjalanan beberapa saat, kami berjumpa dengan pasangan suami istri setengah baya penjual bensin eceran. Saya sudah berpikiran buruk, wah bisa 10 ribu nih per liter. Tapi pikiran buruk kami tidak terbukti. Mereka menjual bensin tetap dengan harga biasanya meskipun saat itu mereka juga sedang kesulitan untuk mendapatkan stok. Takjub dengan kebaikan hati mereka, saya tidak tahan untuk tidak berkomentar, “Wah, Ibu baik sekali, tidak menaikkan harga.” Dengan sederhana ibu itu menjawab, “Iya, Mbak. Nggak apa-apa. Seperti biasanya saja. Kita sama-samalah.”

Wow, hati saya langsung terasa sejuk mendengar ungkapan “sepenanggungan” dari si ibu dan di-iya-kan oleh suaminya. Padahal melihat kondisi tempat tinggal mereka, mereka hidup sangat sederhana. Dan kalau mereka mau, mereka bisa menjadikan kesempatan ini untuk mengeruk untuk lebih banyak, apalagi mereka melihat plat kendaraan kami adalah plat luar kota. Namun, mereka tidak melakukannya.

Si Ibu itu tidak pernah tahu bahwa kebaikan kecilnya benar-benar menyentuh hati saya. Terima kasih, semoga Ibu dan Bapak selalu sehat dan berlimpah berkat.