Sabtu, 29 November 2014

90 Days Project — Menulis Cermin

#happywriting

Hore, akhirnya bisa menyakinkan diri sendiri bahwa menulis cerita mini (cermin) adalah tantangan yang seru untuk ditaklukkan. Baru kali ini terlaksana menulis cermin dan mengikutkannya pada lomba di Penerbit Ellunar.

Ada dua tema yang ditetapkan, transportasi umum dan bulan. Bagi saya pribadi, bulan itu seperti cappuccino, beraura romantis bila dituliskan. Namun, karena kali ini sedang tidak ingin nulis yang romantis-romantis, saya memilih tema transportasi. Dan transportasi yang menurut saya romantis adalah kapal dan kereta. Sekali lagi, dalam rangka sedang menghindari tema romantis, saya memilih bus. hehehe.


Dan dengan perjuangan dan nol pengalaman menulis cermin, akhirnya cermin selesai ditulis dan sudah dikirimkan. Meskipun dikirim mepet deadline, tetap berharap semoga bertemu jodohnya di sana. Amiiin.

Kamis, 27 November 2014

90 Days Project — Rasa Bersalah Ibu Bekerja [1]



#parenting  #workingmom

Satu hal yang nyaris tidak pernah saya lakukan sejak anak lanang masuk sekolah adalah menjemputnya pulang sekolah. Jam kerja dan jarak tidak memungkinkan untuk itu.

Tempo hari, saya ambil cuti satu hari. Selain untuk istirahat pasca sakit, juga mengkhususkan waktu untuk menjemputnya pulang sekolah, beli es krim kesukaannya, menemani makan siang, main lego, main origami, dan sebagainya.

Komentar dia sambil memeluk saya dari belakang waktu membonceng motor dan pulang ke rumah: “Senengnya kalo pulang sekolah ada Mamah!” 

Huks. Saya pun sukses berkaca-kaca.

***

Menjadi “ibu bekerja” memang sungguh menantang. Dalam kondisi tertentu, rasanya ingin tetap berada di rumah, seberapa pun banyaknya pekerjaan di kantor menumpuk. 

Itu sangat terasa waktu pertama-tama masuk kantor sesudah cuti melahirkan dulu. Apalagi waktu anak sudah mulai makan makanan pendamping ASI. Ingin sekali setiap makanan yang masuk ke tubuhnya berasal dari tangan saya sendiri, dari menyiapkannya hingga menyuapkannya. Saya ingat dulu (dalam bahasa yang berlebihan) rasanya ingin meng-kloning diri saya supaya bisa berada di dua tempat dalam waktu yang bersamaan, di kantor dan di rumah. 

Tapi, reality bites. Itu jelas tidak mungkin. 

Yah, setiap ibu bekerja pasti punya alasan dan pertimbangan masing-masing mengapa memilih tetap bekerja di luar rumah dan memercayakan anak kepada orang di rumah, entah orangtua atau pengasuh.

1. Kebutuhan
Bisa jadi ini adalah alasan terbanyak seorang ibu tetap bekerja dan meninggalkan anak di rumah atau di tempat penitipan anak. Biaya hidup tidak semakin murah; banyak istri tergerak untuk ikut memikul tanggung jawab suaminya mencukupi kebutuhan keluarganya.

2. Kondisi
Ada kondisi-kondisi tertentu yang membuat seorang ibu “mau tidak mau” harus bekerja di luar rumah. Misalnya, single parent. Atau, kondisi suami yang tidak memungkinkan untuk menjadi tulang panggung keluarga.

3. Keinginan untuk mandiri
Meskipun sudah bersuami dan memiliki anak, seorang wanita tentu tetap memiliki keinginan untuk berbelanja dengan uang sendiri (bukan uang suami), atau membelikan pakaian untuk anak-anaknya, atau bahkan memberikan surprise untuk suami dengan uangnya sendiri. Atau, faktor lain, ia ingin memberikan sesuatu kepada orangtuanya tanpa mengganggu keuangan keluarganya (ia dan suami).  

3. Keinginan untuk melindungi diri
Tidak sedikit wanita (meskipun suami bisa mencukupi semua kebutuhan keluarga) memilih tetap bekerja dan memiliki penghasilan sendiri. Mereka ingin berjaga-jaga jika tiba-tiba mereka kehilangan sumber keuangan keluarga, apa pun penyebabnya.

4. Latar belakang keluarga
Kondisi keluarga ikut menjadi faktor yang membuat seorang ibu memutuskan untuk bekerja. Misalnya, waktu kecil ia melihat ibunya bekerja dan anak-anaknya tetap merasa bahagia. Begitu dewasa, menikah, dan punya anak, ia merasa aman-aman saja bekerja. Atau justru sebaliknya, waktu kecil ia melihat ayahnya bekerja sendirian dan kondisi ekonomi keluarganya terseok-seok. Begitu dewasa, ia bertekad untuk tetap bekerja meskipun punya anak sehingga bisa ikut meningkatkan kondisi keuangan keluarga kecilnya.

Akan tetapi, apa pun latar belakang seorang ibu memilih tetap bekerja, hal yang lebih penting adalah bagaimana menyikapinya.

[bersambung]

90 Days Project — Books for Children

https://twitter.com/BFC_2014



Books for Childrean (BFC) adalah charity event yg dilaksanakan tiap tahun oleh @kemant1964 (Keluarga Mahasiswa Antropologi) terkhusus divisi kewirsos, Fakultas Ilmu Budaya UGM. BFC selalu memiliki satu visi yang sama setiap tahunnya, yaitu memberikan pengetahuan dan pengalaman melalui buku.

Buku yang disumbangkan adalah buku anak-anak dan remaja usia 15 tahun. Boleh buku cerita, buku pengetahuan, buku novel anak, dan semacammnya. Buku-buku tersebut akan disumbangkan ke salah satu panti asuhan di Jogja. Kegiatan ini juga untuk mengajak adik-adik untuk menumbuhkan kebiasaan membaca sejak dini. 

Tidak ada ketentuan jumlah minimal buku yang akan disumbangkan. Berapa pun diterima. Batas pengumpulan: 30 November 2014.

Bagi yang tinggal di Jogja, ada sistem jemput buku. Tinggal SMS ke 085701055345 (Giza) atau 0818268853 (Inas). 

Bagi yang tinggal di luar Jogja, buku bisa dikirimkan ke:

Perpustakaan Antropologi Budaya

Fakultas Ilmu Budaya UGM

Jalan Sosiohumaniora, Bulaksumur, Yogyakarta


Bingkisan kecil, semoga ikut membawa dampak bagi bangsa. :)

Rabu, 26 November 2014

90 Days Project — Narrative Travel Writing

#happywriting

Selasa, 25 November, kemarin seharusnya ada undangan untuk datang ke kelas #8 kopdarfiksi, Narrative Travel Writing, bareng Windy Ariestanty dan Anida Dyah (penulis buku Gagas Media). Beberapa hari sebelumnya udah berharap-harap ada balasan email untuk bisa ikut ke acara itu. Dan, email balasan yang ditunggu pun datang. Horeee.

Tapiiiii, pas hari H malah sakit dan tidak bisa ke mana-mana, hujan deras pula. Kecewa berat karena udah lama banget pengen bisa dengar langsung proses kreatif menulis buku travelling seperti buku Windy, Life Traveler. Saya jatuh cinta pada buku itu sejak membuka halaman pertama. ^_^

Akhirnya hanya bisa puas mantengin TL-nya.
Terima kasih sudah diundang, tapi maaaaf nggak bisa datang. Masih berasa kecewanya. *belumbisamoveon* hehe

Semoga ada kesempatan lagi lain kali.







Selasa, 18 November 2014

90 Days Project — Mulai Menjahit [lagi]



#rupa_rupa

Kegiatan selingan favorit di rumah, selain baca-baca, adalah menjahit. Tapi, ilmu menjahit minim, dan tidak pernah dipakai. Padahal punya dua mesin jahit di rumah. Sayang banget. Akhirnya mulai November ini berjanji kepada diri sendiri untuk mulai lebih serius belajar supaya kegiatan selingan menjahit benar-benar terasa manfaatnya. 

Mulai menelusuri kabar grup menjahit yang saya ikuti di Facebook beberapa waktu lalu benar-benar membukakan banyak wawasan dan menambahkan semangat. Saya juga mulai jalan-jalan lagi ke tempat grosir kain dan penjual kain kiloan untuk menambah referensi, juga mulai membuka berkas-berkas di komputer tentang info bahan dan teknik menjahit yang pernah saya kumpulkan. Yang pasti, mulai merenda keinginan dalam hal jahit-menjahit biar tambah semangat. Hehe.

Bahkan ada teman yang sudah preorder suatu barang yang ingin sekali dimilikinya, saya jadi makin bersemangat. Apalagi punya usaha dalam hal jahit-menjahit adalah cita-cita besar saya sejak kecil dulu. Mungkin ini menjadi pembelajaran penting untuk tidak memendam terlalu dalam keinginan dan cita-cita supaya ketika waktu menggali tiba, kita tidak kerepotan. ^_^

Tahun depan mungkin akan ada postingan-postingan tentang jahit-menjahit, mulai dari yang sederhana-sederhana dulu. Semoga tetap menginspirasi. Tapi, tantangan terbesarnya adalah mengelola waktu antara urusan kantor, keluarga, dan menjahit, tapi juga tetap menulis.

Yeay! Semangat!

90 Days Project — Artikel Di-approve Globehop

#menulis

Kira-kira empat tahun yang lalu, ada teman menawarkan pekerjaan sebagai content writer, dan saya menerimanya. Selama kurang lebih satu tahun saya belajar banyak hal tentang menjadi content writer dan SEO. Namun, karena waktu itu ada kegiatan yang cukup menyita waktu, akhirnya saya memutuskan berhenti.

Sejak itu saya nyaris tidak pernah lagi menulis artikel dalam bahasa Inggris. Sampai kemudian hari-hari belakangan ini, teman-teman di grup sedang rajin-rajinnya menjadi content writer, membuat saya kangen menulis lagi. Lalu datanglah tawaran kesempatan untuk menulis di Globehop, yaitu menuliskan tentang tempat makan, tempat wisata, kegiatan budaya, dan lain-lain yang ada di Indonesia.

Artikel yang diminta hanya singkat, sekitar 80–150 kata. Namun, ada keterangan lain yang juga harus ditambahkan di luar tulisan, yaitu tentang recomended time (rekomendasi waktu kunjungan), your mood (perasaan kita waktu berada di tempat itu), recomended for personality types (tipe-tipe orang yang cocok untuk datang ke tempat itu), Google Map coordinates, juga beberapa foto yang representatif. Fee yang ditawarkan adalah 150–250 ribu rupiah untuk 1 artikel. Dalam dunia content writing, angka ini tergolong tinggi, malah sangat tinggi.

Waktu itu saya mengirimkan tulisan tentang Global Culture Festival di Yogyakarta, sekitar 100-an kata. Setelah terkirim, ada konfirmasi dalam bahasa Inggris bahwa banyak artikel sekali yang sudah masuk ke Globehop, dan perlu waktu untuk memeriksanya. Namun, beberapa hari kemudian, ada kabar dari Globehop bahwa artikel saya di-approve. Yeayy! Dan beberapa hari kemudian, fee-nya ditransfer. Yeayy lagi!

Bagi yang suka dunia tulis-menulis, dan belum mencoba menjadi content writer, cobalah. Banyak sekali kesempatan yang tersedia. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum memilih job dan memutuskan menerimanya:

1. Waktu
Sebagian besar pekerjaan content writing menerapkan sistem deadline yang ketat, bahkan deadline-nya harian. Jika Anda bekerja kantoran, pilihlah shift yang tidak menyulitkan, bisa freelance atau fulltime.

2. Fee
Untuk pekerjaan yang sama, ada beberapa tawaran fee yang berbeda dan sistem deadline yang berbeda pula. Bahkan ada yang menawarkan uang pengganti untuk akses internet. Banyak-banyaklah browsing untuk bisa menemukan yang tepat dan sesuai bagi Anda.

3. Niche (topik) tulisan
Sebenarnya niche apa pun bisa ditulis oleh content writer karena bahan untuk semua topik ada berlimpah di internet, tinggal meramunya menjadi artikel yang diminta. Namun, akan lebih baik jika niche yang dipilih adalah niche yang Anda sukai atau Anda kuasai. Biasanya jika Anda menyukai atau menguasai topik tertentu, Anda akan lebih mudah dan lebih lancar menuliskannya.

Selamat mencoba. #happywriting

90 Days Project — Rondo Royal

#kuliner


Sebenarnya saya tidak tahu mengapa nama makanan ini adalah rondo royal. Rondo royal sebenarnya adalah tapai singkong goreng. Kalau ini pasti familier, kan?

Dari hasil baca-baca, rondo royal adalah makanan tradisional khas Jepara yang terbuat dari tepung beras dan tapai singkong. Perpaduan rasanya adalah manis dan asam. Namun, di banyak daerah, resep sudah banyak modifikasi. Ibu saya juga sering membuat rondo royal, tetapi tepung yang digunakan bukan tepung beras, melainkan tepung terigu. 

Rondo royal yang saya buat kali ini istimewa karena tapai yang dipakai adalah buatan sendiri (biasanya cuma beli di warung). Sayakah yang membuat tapainya? Tidak seratus persen; belum pede membuat tapai sendiri. Hehe.

Bahan:
1 mangkuk kecil tapai singkong yang sudah dibersihkan seratnya.
1 gelas tepung terigu.
1 sendok gula pasir (sesuai selera, tetapi semakin banyak tambahan gula, semakin mudah gosong waktu digoreng)
garam (sesuai selera)
1 telur (optional)

Cara:
1. Campurkan tepung terigu dengan gula pasir, garam, dan air secukupnya. Aduk rata.
2. Masukkan tapai singkong dan aduk rata.
3. Sendoklah adonan, kemudian goreng dengan minyak panas hingga matang.
4. Rondo royal siap disantap. Cocok untuk teman minum kopi serai susu jahe.

Catatan: ini adalah resep dasar. Ada juga yang memasak rondo royal dengan taburan wijen. Ada juga yang memasak dengan isian meses atau keju.





Senin, 17 November 2014

90 Days Project — Kopi Serai ++

#kuliner

Dulu waktu masih tinggal di Jogja (perasaan sering banget frasa ini muncul ... #gagalmoveon), kalau hawa sedang dingin-dinginnya begini, sering banget malam-malam meluncur ke angkringan Kadipaten (pasar Ngasem ke arah Barat, menuju Taman Sari) mencari yang hangat-hangat. Ini adalah angkringan favorit kami setelah Angkringan Teh Poci Lik Min (daerah Bugisan, di pinggiran Kali Winongo).

Di Angkringan Kadipaten, menu makanannya sih standar seperti angkringan pada umumnya. Tapi ada menu minuman favorit saya, yaitu kopi serai susu jahe. Setiap kali ke sana, minuman itu selalu menjadi pesanan utama. Namun, sejak Angkringan Kadipaten pindah tempat, kami jarang ke sana. Apalagi sejak kami tidak lagi tinggal di Jogja (tuh, kan, muncul lagi).

Akhir-akhir ini, pas hawa lagi dingin-dinginnya begini, saya kangen banget dengan menu Angkringan Kadipaten. Pengen ke sana, tapi kok jauuuh. Akhirnya, kemarin memutuskan untuk membuat sendiri kopi serai susu jahe. Cocok banget diminum saat sering hujan seperti sekarang ini. Kopi susunya menyegarkan. Jahenya menghangatkan dan menolak flu. Serainya menghilangkan capek.

Porsi saya:
- kopi hitam: 1 sdm
- susu kental manis: 2 sdm
- jahe: satu ruas besar (dicuci, dibakar, dikupas, digepuk)
- serai: 1 batang (keprek bagian pangkalnya)
- gula (optional. Saya tidak pakai gula karena saya sudah manis. *timpuk* :D
Maksud saya, susunya sudah manis, jadi tak perlu tambahan gula lagi)  

Meracik:
1. Masukkan kopi, susu, dan jahe ke dalam cangkir.
2. Tuangi dengan air mendidih.
3. Aduk dengan batang serai.
4. Diamkan sebentar supaya jahe dan serai beraksi. *hallah*
5. Kopi serai susu jahe siap dinikmati.

Selamat mencoba.







90 Days Project — Kejutan untuk Teman yang Suka Nulis



#friendzone

Adalah Leni, adik [eh] sekaligus kawan yang senang dan pintar menulis. Dia juga kawan berbagi cerita soal buku dan tulisan. Gadis Nias yang lagi rajin-rajinnya menabung untuk proyek “sama dia” ini rajin sekali mengirimi saya update berita tentang lomba-lomba menulis atau link tulisan-tulisan menarik. 

Beberapa waktu yang lalu dia “menerbitkan” novelnya di Gramedia Writing Project. Saya melihat itu sebagai bentuk sisi lain dirinya karena sehari-harinya ia “sibuk” menjadi penulis di majalah Bahana. Tiba-tiba tebersit pengin memberikan surprise, sesuatu biar dia lebih pede dan lebih rajin menulis novel. 

Hhhmmm, apa ya? Apalagi kalau bukan buku, hehe. 

Selamat ya Len, kau jadi target 90 days project-ku. Haha. Semoga bermanfaat. Semoga novelmu segera dipinang oleh Gramedia dan menemukan rumahnya. Amiiiiinnn.

Love u

Untung sempat motret ^_^

Minggu, 16 November 2014

90 Days Project — Review Catatan Perjalanan



#buku

Sering browsing blog travelling, suka baca cat-per (catatan perjalanan), punya blog buku (meskipun usianya belum genap setahun dan baru bisa posting review buku sebulan sekali), tetapi belum pernah bikin review buku travelling

Sekarang saatnya.

[Bukan] kebetulan, seorang teman “menghadiahi” buku cat-per terbaru Trinity, full color pula. Yeay! Simak review-nya di sini ya. Bukunya keren lho.


Aiihh ...