#mengenal_lebih_dekat
Mengobrol dengan tukang cukur? Nyaris tidak percaya saya
bisa melakukannya. Hehe. Termasuk dalam kelompok orang yang sangat sulit
memulai sebuah obrolan, apalagi dengan orang tak dikenal, mengobrol dengan
tukang cukur adalah prestasi untuk saya. *acak.rambut.sendiri*
Ditambah lagi, seumur hidup, saya belum pernah mendatangi
tempat cukur rambut cowok. Tidak punya saudara kandung laki-laki membuat saya sangat
asing dengan tempat itu. Daaaan, selama punya suami, saya juga tidak pernah
ikut ke tukang cukur. Parahnyaaa, saya bahkan belum pernah mengantar anak
lanang saya cukur rambut. Dia selalu berangkat dengan Embah Kakungnya. Hikss.
Jangan ditiruuuuu. :D
Dalam 90 Days Project, saya memberikan tantangan kepada diri
sendiri untuk membalik keparahan saya itu. Saya menawarkan diri menemani suami
dan anak lanang cukur rambut (merasa hebat, padahal biasa aja, hehe).
Dan berangkatlah kami ke tukang cukur—tukang cukur yang juga
belum pernah didatangi oleh suami. Sampai di depan kios (bener nggak ya
istilahnya?), saya menambahkan tantangan kepada diri sendiri: mengobrol dengan
tukang cukurnya.
Singkat cerita, maju tak gentar, pokoke. Dan …. berhasil, berhasil, hore (jingle Dora The Explorer). Dari obrolan itu saya tahu bahwa si
bapak itu sudah 15 tahun menjadi tukang cukur rambut cowok. Dan rupanya kios berukuran kira-kira 3x3 meter itu baru 1 bulan buka. Saya sempat melirik tulisan kecil di
atas pintu, 9-9-2014. Mungkin itu
sebagai pengingat tanggal ketika kios itu pertama kali dibuka.
Sebelumnya, dia membuka kios cukur rambut di Jogja. Karena
urusan keluarga, dia harus hijrah bersama istri dan kedua anaknya keluar dari
Jogja ke Klaten. Saya membayangkan, pasti bukan hal yang mudah meninggalkan
kenyamanan di tempat tinggal sebelumnya.
Selama satu bulan buka, ia mengaku belum banyak orang yang
datang untuk bercukur di kiosnya. Apalagi dia hanya bisa membuka kiosnya dari
siang hingga malam karena pagi harinya dia berdagang tahu bakso. Sungguh
seorang ayah pejuang.
Hebatnya lagi, dalam perjuangannya membuka usaha di tempat
yang baru, ia menyimpan kepedulian yang besar kepada temannya. Saya tahu hal
itu begitu saya tanya soal mesin jahit yang ada di sudut ruangan kios. Rupanya
ia berbagi ruangan kios dengan temannya untuk membuka usaha vermak jeans. Tanpa
bayar. Wow. Meskipun usaha vermak jeans belum jalan dan usaha cukur rambutnya masih
belum lancar, dalam hati saya berdoa sungguh, ada jalan-jalan terbuka bagi
mereka, dan kios mereka semakin ramai. Amiiiiiinnn.
Sore yang indah dan banyak pelajaran untuk saya.
Hanya saja, saya lupa tanya nama bapak ituuu ….. *tepok.jidat*
Tidak ada komentar :
Posting Komentar