Patrick: “SpongeBob, kita jelek. Huhuhu.”
SpongeBob: “Kita tidak jelek, Patrick. Kita cuma bau.”
***
Hal yang saya suka
dari film SpongeBob (meskipun saya tidak setiap hari nonton) adalah dialognya
yang sederhana, bahkan konyol, tetapi menjadi semacam senggolan yang cukup
keras untuk kita, untuk saya. Dialog di atas adalah salah satu dialog yang
menancap di kepala, hanya saja saya lupa dialog tersebut ada dalam episode apa.
Ungkapan “Kita tidak
jelek. Kita cuma bau.” menjadi senggolan yang kontemplatif bahwa memang ada
hal-hal buruk dalam kehidupan kita, hal-hal yang tidak kita inginkan, yang
tidak kita harapkan. Namun, di antara banyak hal yang tidak kita inginkan,
tersembunyi banyak hal yang membuat kita bisa bersyukur. Hal-hal kecil yang
mungkin luput dari hitung-hitungan kita, seperti mata yang sehat, telinga yang
bekerja dengan baik, pembuluh darah yang fit
yang membuat kita tidak ketakutan menyantap makanan yang kita inginkan,
pernapasan yang lancar, telinga yang bisa menangkap dengan baik suara pagi dan
musik tetangga, kulit yang bisa merasakan segarnya air mandi, kaki yang bisa
bebas berlarian. Hhhmmm … tak terkira banyaknya.
Saya menulis ini bukan
karena saya mahir atau terbiasa bersyukur. Justru sebaliknya, saya masih jatuh
bangun. Bersyukur itu seperti sebuah keterampilan, yang bisa diasah dan
dipertajam dengan banyak latihan. Dalam hal ini saya masih jauh dari “tajam”.
Jatuh dalam keluhan sebenarnya tak masalah, yang penting adalah segera bangun
untuk bersyukur. Jatuh dua kali, bangun tiga kali.
Katanya, orang yang
paling bahagia adalah orang yang sanggup membuat semua keadaan menjadi
kesempatan untuk bersyukur. Rasanya kita sulit menyangkal hal ini. Orang yang
“terampil” bersyukur jelas lebih mudah merasa bahagia karena dia tidak menuntut
persyaratan yang rumit untuk dirinya sendiri.
Saya masih dalam
perjalanan menuju ke sana. Anda?
Tidak ada komentar :
Posting Komentar