Kamis, 27 November 2014

90 Days Project — Rasa Bersalah Ibu Bekerja [1]



#parenting  #workingmom

Satu hal yang nyaris tidak pernah saya lakukan sejak anak lanang masuk sekolah adalah menjemputnya pulang sekolah. Jam kerja dan jarak tidak memungkinkan untuk itu.

Tempo hari, saya ambil cuti satu hari. Selain untuk istirahat pasca sakit, juga mengkhususkan waktu untuk menjemputnya pulang sekolah, beli es krim kesukaannya, menemani makan siang, main lego, main origami, dan sebagainya.

Komentar dia sambil memeluk saya dari belakang waktu membonceng motor dan pulang ke rumah: “Senengnya kalo pulang sekolah ada Mamah!” 

Huks. Saya pun sukses berkaca-kaca.

***

Menjadi “ibu bekerja” memang sungguh menantang. Dalam kondisi tertentu, rasanya ingin tetap berada di rumah, seberapa pun banyaknya pekerjaan di kantor menumpuk. 

Itu sangat terasa waktu pertama-tama masuk kantor sesudah cuti melahirkan dulu. Apalagi waktu anak sudah mulai makan makanan pendamping ASI. Ingin sekali setiap makanan yang masuk ke tubuhnya berasal dari tangan saya sendiri, dari menyiapkannya hingga menyuapkannya. Saya ingat dulu (dalam bahasa yang berlebihan) rasanya ingin meng-kloning diri saya supaya bisa berada di dua tempat dalam waktu yang bersamaan, di kantor dan di rumah. 

Tapi, reality bites. Itu jelas tidak mungkin. 

Yah, setiap ibu bekerja pasti punya alasan dan pertimbangan masing-masing mengapa memilih tetap bekerja di luar rumah dan memercayakan anak kepada orang di rumah, entah orangtua atau pengasuh.

1. Kebutuhan
Bisa jadi ini adalah alasan terbanyak seorang ibu tetap bekerja dan meninggalkan anak di rumah atau di tempat penitipan anak. Biaya hidup tidak semakin murah; banyak istri tergerak untuk ikut memikul tanggung jawab suaminya mencukupi kebutuhan keluarganya.

2. Kondisi
Ada kondisi-kondisi tertentu yang membuat seorang ibu “mau tidak mau” harus bekerja di luar rumah. Misalnya, single parent. Atau, kondisi suami yang tidak memungkinkan untuk menjadi tulang panggung keluarga.

3. Keinginan untuk mandiri
Meskipun sudah bersuami dan memiliki anak, seorang wanita tentu tetap memiliki keinginan untuk berbelanja dengan uang sendiri (bukan uang suami), atau membelikan pakaian untuk anak-anaknya, atau bahkan memberikan surprise untuk suami dengan uangnya sendiri. Atau, faktor lain, ia ingin memberikan sesuatu kepada orangtuanya tanpa mengganggu keuangan keluarganya (ia dan suami).  

3. Keinginan untuk melindungi diri
Tidak sedikit wanita (meskipun suami bisa mencukupi semua kebutuhan keluarga) memilih tetap bekerja dan memiliki penghasilan sendiri. Mereka ingin berjaga-jaga jika tiba-tiba mereka kehilangan sumber keuangan keluarga, apa pun penyebabnya.

4. Latar belakang keluarga
Kondisi keluarga ikut menjadi faktor yang membuat seorang ibu memutuskan untuk bekerja. Misalnya, waktu kecil ia melihat ibunya bekerja dan anak-anaknya tetap merasa bahagia. Begitu dewasa, menikah, dan punya anak, ia merasa aman-aman saja bekerja. Atau justru sebaliknya, waktu kecil ia melihat ayahnya bekerja sendirian dan kondisi ekonomi keluarganya terseok-seok. Begitu dewasa, ia bertekad untuk tetap bekerja meskipun punya anak sehingga bisa ikut meningkatkan kondisi keuangan keluarga kecilnya.

Akan tetapi, apa pun latar belakang seorang ibu memilih tetap bekerja, hal yang lebih penting adalah bagaimana menyikapinya.

[bersambung]

Tidak ada komentar :

Posting Komentar