Senin, 10 November 2014

Ibu yang "Mendengarkan"

#parenting

Anak zaman sekarang sangat kritis dan berani. Saya teringat obrolan kecil dengan anak saya (Gagas) yang cukup menohok. Waktu itu kami sedang berdebat kecil tentang sesuatu hal dan dia benar-benar ngeyel tidak mau mendengarkan saya, ibunya.

Saya   : "Gagas kok nggak bisa mendengarkan mama, ya?"
Gagas : "Mama juga nggak selalu bisa ndengerin aku!"

Mendengar lontaran kalimat semacam itu dari mulut anak umur lima tahun, saya langsung mati gaya dan speechless. Namun, kemudian saya merenung, benarkah saya tidak selalu bisa mendengarkan dia?

***

Ada hal yang bisa menjadi early warning system untuk mengenali seorang ibu belum "mendengarkan" anaknya, yaitu:

1. Terlalu cepat bereaksi. Misalnya anak sedang rewel dan merengek, tetapi ibu terlalu cepat menjadi tidak sabar dalam menghadapinya. Ibu tidak menciptakan kesempatan untuk mendengarkan alasannya atau penyebab rengekannya.

2. Memotong perkataan anak. Tidak hanya kepada anak, memotong percakapan siapa saja adalah salah satu tanda kurang menghargai dan tidak bersedia mendengarkan secara keseluruhan. Jika ini trejadi, ibu kehilangan kesempatan untuk lebih bisa mengenali keinginan, kebutuhan, dan bahkan kekecewaan anak.

3. Membuat kesimpulan dan keputusan untuk anak. Atas nama "memberikan yang terbaik" untuk anak sering membuat Ibu lupa bahwa anak juga memiliki pendapat, dan seharusnya demikian.




Menjadi seorang ibu yang "mendengarkan" anak adalah sebuah proses bertumbuh yang dibangun dari hari ke hari. Ada beberapa hal yang bisa dipraktikkan:

1. Menutup rapat mulut kita ketika anak sedang berbicara. Ini adalah satu-satunya cara membuat telinga bisa mendengarkan dengan lebih baik.

2. Memberikan perhatian sepenuhnya ketika anak sedang berbicara. Untuk mendukung ini, tataplah matanya dan letakkan semua barang yang sedang kita pegang, entah itu handphone, laptop, buku, koran, masakan, remote TV, atau yang lainnya.

3. Jangan mudah terpancing terhadap lontaran negatif anak karena itu akan memicu penghakiman terhadap anak tanpa ibu berkesempatan mendengarkan suatu masalah dari sudut pandang anak.

4. Ketika tiba waktunya ibu bicara, pastikan bahwa kata-kata yang kita ucapkan adalah kata-kata yang menunjukkan empati, bukan sepenuhnya menghakimi.

5. Memosisikan diri sebagai sahabat yang bisa dipercaya. Tentu saja seorang ibu ingin anak lebih percaya kepada ibunya untuk mendengarkan semua masalahnya daripada percaya kepada orang lain.

Bukankah begitu, Bunda?

2 komentar :

  1. Satu hal yang aku sadari tentang diri sendiri sepanjang menjadi seorang ibu, makin lama makin sabar dan lebih permisif selama hal tersebut tidak merugikan apalagi membahayakan anak-anak. Apakah aku sudah menjadi ibu yang "mendengarkan"? Rasanya sampai hari ini masih terus belajar menjadi orangtua..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya, Bund. Pembelajaran untuk anak sekaligus ibu. Saya juga masih terus banyak belajar. Makasih sharing-nya Bund. Dan thanks udah mampir. ^_^

      Hapus