#rupa-rupa
Daun gulai juga biasa dikenal dengan nama
daun kari. Atau di tempat lain, ada yang menyebutnya daun koropelik atau daun
salam koja atau daun temuru.
Waktu kecil, saya mengenal daun kari
pertama kali dari almarhum Mbah Putri saya yang tinggal di Weleri. Setiap Lebaran
tiba, dan kami berlibur ke sana, Mbah Putri selalu memasak untuk kami bandeng
bumbu acar yang dimasak dengan daun kari. Di daerah Semarang dan sekitarnya sepertinya
banyak menu seperti ini. Sejak Mbah Putri meninggal, selama bertahun-kami tahun
tidak bertemu lagi dengan bandeng bumbu acar yang bertabur daun kari.
Sampai bertahun-tahun kemudian, kami mendapat
oleh-oleh dari keluarga di Semarang bandeng bumbu acar, lengkap dengan daun
karinya. Saya pun minta dibawakan sekalian bibitnya. Sampai sekarang bibit pohon
kari itu tumbuh subur di rumah.
Ukuran daun kari lebih kecil daripada daun
kemangi. Permukaan daun kari lebih halus dan lebih mengkilap, dan daunnya pun lebih
tebal. Aroma daun kari sangat kuat dan khas. Jika dipelihara dengan baik, katanya
pohon kari bisa mencapai tinggi lebih dari 5 meter. Bunganya putih berkelompok;
buahnya berwarna hijau dan ungu.
Tidak seperti daun jeruk yang kesegarannya
bertahan lama meskipun sudah dipetik, daun kari lebih mudah layu. Oleh karena
itu biasanya saya memetik langsung dari pohonnya ketika hendak memakainya untuk
memasak.
Sebagai penggemar masakan bernuansa
rempah-rempah, saya suka sekali aroma daun kari. Daun kari ini biasanya
dicampurkan dalam masakan kari, laksa, dan gulai. Di keluarga saya, bandeng bumbu
acar (bisa juga menggunakan ikan tongkol) biasanya diberi campuran daun kari.
Dijamin, makan satu piring tidak akan cukup. Hehehe.
Konon katanya, kacang bangkok yang asli
sebenarnya tidak dibuat dengan campuran daun jeruk, melainkan dengan daun kari.
Tapi saya belum pernah mencoba memasaknya. Semoga kapan-kapan. ^_^
Iyaa. Makasih juga ya sudah berkunjung kemari. :)
BalasHapus